Category Archives: Electric System

Cara Kerja Starting System pada Alat Berat

Yang dimaksud sistem starting adalah suatu sistem yang mengubah energi listrik menjadi energi gerak / mekanik. Listrik pada alat berat biasanya tersimpan di dalam battery, dan energi gerak yang dihasilkan bertujuan untuk menyalakan mesin.

Ada 3 macam starting motor yaitu:
- Starting motor Electric (menggunakan tegangan listrik)
- Starting motor Pneumatic (berisi udara)
- Starting motor Hydraulic (berisi air)

Pada pembahasan kali ini saya hanya membahas Starting motor Electric pada alat berat.

Komponen dari sistem starting Electric diantaranya:
- Battery, merupakan pensuplai tegangan ke rangkaian elektronik.
- Switch starter, berfungsi sebagai pengaktif system.
- Solenoid, berperan sebagai penghubung battery dengan starting motor. Solenoid akan menghubungkan pinion ke flywheel agar engine dapat berputar.
- Starting motor, berperan sebagai pemutar flywheel.

Skema kerja starting system:

Diagram Starting System

Gambar Diagram Starting System

Ketika kontak yang juga merupakan sebagai saklar pada posisi ON, yang terjadi adalah, arus dari battery yang bertegangan lumayan besar akan mengalir menuju terminal B di starting motor. Lalu arus kecil mengalir di terminal + pada komponen starting relay. Kemudian ketika seorang operator mengarahkan kontaknya ke posisi start, maka yang terjadi, arus kecil akan mengalir dari terminal C pada kontak menuju terminal + dan starting relay. Arus akan mensupply tegangan pada relay-nya, sehingga arus yang mengalir di terminal + pada starting relay mengalir ke terminal S pada solenoid. Efeknya, solenoid-nya terisi arus dan plunger-nya tertarik menuju ke belakang dan menghubungkan switch dari terminal B menuju terminal M, dengan mendorong over running clutch pinion-nya menuju ke depan, sehingga engaged (terhubung) dengan flywheel (roda gila).

Dikarenakan switchnya pada posisi ON (terhubung), sehingga arus besar dari battery yang ada di terminal B pada starting motor mengalir menuju kumparan field dan armature, kemudian menyebabkan motor itu berputar.

Skema starting motor:

Elektro Magnet pada Starting Motor

Gambar Elektro Magnet pada Starting Motor

Pada starting motor terdapat dua pasang elektro magnet. Elektro magnet tersebut memiliki dua kutub Selatan dan dua kutub Utara. Kutub ini biasa disebut field winding. Terdapat juga komponen bernama armature. Armature terpasang dengan posisi melingkar. Armature merupakan suatu rangkaian yang tertutup (loop). Jika suatu konduktor teraliri arus, maka yang terjadi adalah disekitar konduktor akan menghasilkan medan magnet (magnetic field). Semakin kuat arus yang mengalir pada konduktor, maka semakin kuat juga medan magnet yang akan dihasilkannya. Ketika ada arus berkekuatan besar dari battery mengalir menuju terminal M yang berasal dari starting motor, arus tersebut akan terbagi menjadi dua yaitu yang menuju ke field winding yang berfungsi memperkuat medan magnetnya dan yang menuju armature melalui commutator dan brush.

Sekarang terdapat konduktor yang dialiri arus dimana sekelilingnya terdapat medan magnet (magnetic field), dan berada diantara 2 kutub magnet yang kuat yang posisinya berada di sekitar field winding. Sehingga garis gaya magnet dari Utara ke Selatan dari field winding, dan garis gaya konduktor tersebut melingkar searah dengan jarum jam. Arus positif yang searah akan saling memperkuat. Sedangkan jika berlawanan maka akan saling meniadakan. Garis gaya yang saling memperkuat tersebut akan mendorong konduktor ke arah yang medan magnetnya saling melemahkan (meniadakan).

Konstruksi armature terdiri atas banyak konduktor, sehingga berputarnya armature itu akan berkesinambungan, dan mempunyai kekuatan untuk memutar engine (mesin).

Kesimpulan starting system:
Starting motor memiliki:
1. Shaft, yang berfungsi sebagai penerus gerakan berputar dari armature.
2. Kutub – kutub magnet beserta gulungan field winding.
3. Commutator, armature, dan brush.

Mengenal Charging System pada Alat Berat

Pada alat berat, charging system memiliki dua tugas utama yaitu:
• Mengisi ulang (recharge) tegangan pada battery
• Mensuplay tegangan untuk perangkat elektronik

Ada 2 jenis sistem charging, yaitu charging DC (arus searah) dan charging AC (arus bolak-balik). Charging DC dihasilkan oleh generator AC yang dirubah menjadi DC menggunakan brush dan commutator. Sedangkan charging AC, menggunakan alternator yang menghasilkan output berupa arus AC kemudian rectifier diode mengubah arus AC menjadi DC.

System Charging DC
System Charging DC menggunakan komponen: commutator, brush, kutub–kutub, field winding, dan armature. Komponen-komponennya sama persis dengan starting motor, hanya saja prinsip kerjanya dibalik. Starting motor mengubah daya listrik menjadi daya gerak, sedangkan system charging mengubah gaya gerak menjadi gaya listrik. Berikut ini foto prinsip dasar generator DC.

Prinsip Dasar Generator DC

Seperti artikel sebelumnya, jika suatu konduktor memotong medan magnet yang terjadi adalah induksi arus. Generator juga menggunakan prinsip induksi arus tersebut untuk menghasilkan arus listrik. Perubahan arah pada konduktor tersebut akan menciptakan perubahan polaritas dari
arus output konduktor, sehingga ketika engine (mesin) memutar generator, arus yang dihasilkan oleh konduktor tersebut berupa arus AC (alternating current) atau biasa disebut tegangan bolak balik. Karena yang dibutuhkan alat berat adalah arus DC, maka arus AC yang dihasilkan mau tidak mau harus dirubah menjadi arus DC (arus searah). Untuk mengubah arus AC menjadi DC, dilakukan oleh commmutator. Ketika konduktor memotong medan magnet di sekitar
kutub Selatan, arus yang dihasilkan konduktor akan menuju ke arah brush selanjutnya arus tersebut berpolaritas positip. Pada saat yang sama, ujung konduktor lainnya yang memotong medan magnet yang ada di sekitar kutub Utara. Arah arusnya akan menjauhi brush dan akibatnya arus tersebut berpolaritas negatip. Jika konduktor itu berputar 180 derajat, maka konduktor yang memotong medan magnet (garis gaya magnet) di sekitar kutub Selatan, akan mulai memotong medan magnet yang ada di sekitar kutub Utara. Dan begitu juga sebaliknya, arah arusnya pun berbeda pula. Tapi karena posisi brush-nya tetap (tidak ikut berputar), maka yang terjadi pada masing-masing brush hanya akan menerima 1 arah polaritas saja. Oleh karena itu output yang dihasilkan berupa arus DC (arus searah).

Ada 3 hal yang mempengaruhi besar kecilnya arus yang dihasilkan generator, diantaranya:
• Lemah/kuatnya medan magnet (semakin kuat magnet, akan menghasilkan arus yang semakin besar)
• Jumlah lilitan konduktor (semakin banyak lilitan, akan menghasilkan arus yang semakin besar)
• Kecepatan lilitan berputar (semakin cepat lilitan berputar, akan menghasilkan arus yang semakin besar)

System Charging AC
Prinsip kerja generator AC adalah memanfaatkan komponen alternator dan regulator. Alternator yang dimaksud di sini sama dengan generator. Keduanya sama–sama menghasilkan arus AC, tetap cara kerjanya yang berbeda. Pada alternator, kutub medan magnetnya berputar dan armaturenya tetap. Sedangkan generator kebalikannya, yaitu kutub medan magnetnya tetap dan armaturenya yang berputar. Pada alternator arusnya disearahkan menggunakan dioda. Dan fungsi dari regulator adalah untuk membatasi tegangan yang berlebihan, yang dialirkan ke battery. Dan juga untuk membatasi tegangan output yang dihasilkan alternator. Berikut ini adalah gambar dari alternator.

Altenator

Jika dibandingkan antara alternator dan generator, mala alternator lebih baik dari generator. Hal ini dikarenakan alternator mampu menghasilkan arus yang tinggi meskipun putaran engine rendah. Dan juga alternator bentuknya lebih kecil jika dibandingkan dengan bentuknya generator yang relatif besar. Jika dilihat dari sisi konstruksi, alternator kontruksinya sederhana, yaitu berupa gulungan electromagnet, dimana arusnya dikendalikan oleh regulator ber-transistor, dan gulungan (field winding) ini diputar oleh mesin (engine). Gulungan armaturenya berpola berbentuk bintang dimana jarak loop satu dengan loop yang lainnya adalah 120 derajat, dan memproduksi arus AC 3 phasa. Arus AC 3 phasa tersebut selanjutnya disearahkan oleh dioda. Berikut ini gambar rangkaian alternator:

Rangkaian Alternator

Rangkaian Alternator
Regulator bekerja apabila kapasitas arus di battery kurang dari 24 volt). Jadi, transistor NPN yang ada di dalam regulator conduct akan mengalirkan arus dari field coil ke ground, sehingga medan magnetnya (magnetic field) akan menjadi kuat. Akibatnya output dari alternator akan tinggi dan battery akan mendapatkan suplay arus yang banyak hingga kapasitasnya akan mendekati maksimal. Pada kondisi tersebut, transistor akan merasakan kenaikan tegangan, sehingga dioda Zenernya “ON” (aktif) oleh penurunan tegangan (breakdown voltage), sehingga transistor NPN nya menjadi “OFF” (tidak aktif) dan arus dari field coil menuju ke ground akan terputus, akibatnya pada kondisi tersebut alternator tidak menghasilkan arus dan kapasitas batterynya akan terjaga stabil pada posisi maksimal. Berikut ini gambar charging system.

Charging System

Electrical Starting System

Starting sistem bekerja dengan memutar engine hingga tercapainya tekanan dan temperature kompresi tertentu di dalam ruang bakar yang diperlukan untuk membakar bahan bakar. Pada semua starting sistem motor engkol memutar ring gear pada flywheel, kemudian flywheel memutar crankshaft dan melalui connecting rod menggerakkan piston untuk mengkompresi udara di dalam silinder.

Untuk menghidupkan engine, kecepatan engkol adalah lebih penting dari lamanya mengengkol. Karena putaran kecepatan engkol ini, mempengaruhi jumlah panas yang dihasilkan di dalam silinder pada waktu langkah kompresi.

Motor engkol (cranking motor/starting motor) digerakkan atau dioperasikan oleh sistem electric atau sistem udara.

Komponen-komponen utama electrical starting system adalah:

  1. Battery (accu)
  2. Starting motor dengan solenoid switch
  3. Starter switch
  4. Wire & kabel (kabel besar & kecil)

electrical starting system

  • Cranking/Starting Motor: Suatu alat untuk memutar dan menghidupkan engine, dengan mengubah tenaga dari aliran udara bertekanan menjadi energi
  • Pinion: Roda gigi penghubung yang dipasang (spline) di ujung poros (shaft) dari starting motor, untuk selanjutnya berhubungan dengan ring gear pada flywheel dan berputar sewaktu menghidupkan engine.
  • Sistem operasi electrical starting system

Ketika switch kunci start di posisi on, battery memberikan arus listrik ke komponen-komponen starting sistem, kemudian starting motor mengubah tenaga listrik menjadi tenaga mekanik untuk memutar engine.

Untuk beberapa mesin yang memakai master switch dan disconnects switch ke battery, digunakan neutral switch sebagai safety untuk memutus arus listrik ke starting motor, ketika transmisi dalam keadaan bekerja.

 

Komponen yang Dikontrol Secara Elektrik pada Caterpillar

Saat ini hampir semua machine produksi Caterpillar menggunakan komponen-komponen elektronik dan dikontrol secara elektronik pula. Penggunaan teknologi tersebut merupakan suatu kemajuan, karena sistem tersebut memiliki banyak keunggulan jika dibanding dengan sistem terdahulu yang kebanyakan dikontrol secara mekanikal.

Keunggulan sistem elektronik dibandingkan dengan sistem mekanikal antara lain:
- Mempermudah serviceman dalam melakukan troubleshooting.
- Kalibrasi dan penyetelan dapat dilakukan dengan mudah, karena dapat dilakukan secara komputerisasi.
- Data-datanya dapat disimpan secara komputerise, dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam troubleshoting ketika terjadi masalah.
- Menggantikan hubungan linkage secara mekanikal dengan sistem yang lebih praktis.
- memudahkan servisman untuk mereset suatu sistem, karena data tersimpan secara komputerise.

Sistem Pengontrolan Secara Elektronik

Sistem pengontrolan secara elektronik pada prinsipnya menggunakan 3 syarat utama yang harus ada, diantaranya: input, output, dan kontrol. Seorang serviceman situntut untuk memahami cara kerja dari masing-masing pengontrol tersebut, dan Caterpillar mempunyai berbagai jenis pengontrol yang dipakai.

Pada artikel ini saya akan membahas tentang switch (saklar) yang digunakan oleh Caterpillar. Ada 3 jenis switch yang digunakan Caterpillar, atau alat berat pada umumnya. Yaitu uncommited switch, programming switch, dan service switch. Semua switch tersebut mempunyai persamaan, yaitu pada cara kerjanya. Ketiganya bekerja pada dua posisi, yaitu posisi “ON” dan “OFF“. Bisa juga disebut open dan close. Karena cara kerjanya tersebut, maka switch ini sering disebut “two state devices“. Berikut ini kita bahas satu per-satu:

A. Uncommitted Switch (Saklar Netral)
Pada kondisi normal switch tipe ini bekerja dengan cara close ke ground dan pada kondisi abnormal bekerja dengan membuka hubungan ke ground. Switch ini berperan memberikan informasi (sinyal) input kepada kontrolnya. Switch memerintahkan untuk mengaktifkan lampu indicator yang ada pada panel. Biasanya switch tipe ini digunakan untuk memonitor suhu, tekanan, aliran, dan ketinggian dari beberapa parameter yang dibutuhkan sistemnya. Contoh penggunaan switch ini adalah untuk: fuel level switch, water temperature switch, coolant flow switch, dan oil pressure switch.

B. Programming Switch (Saklar Terprogram)
Switch jenis ini difungsikan untuk mengubah program kontrolnya dengan cara mengubah hubungan ke ground menjadi terbuka (open) atau tertutup (close) pada konektor-konektor yang disediakan. Kontrol tersebut dapat mengetahui model konfigurasi unit yang dipasangnya, hal ini diperlukan untuk membedakan karakteristik unit satu dengan unit yang lain. Contoh penggunaan switch ini adalah: harness code switch, unit switch dll.

C. Service Switch
Switch jenis ini difungsikan untuk melakukan perubahan mode operasi. Digunakan juga atau untuk melihat kode-kode problem yang ada serta kemampuan untuk menghapusnya jika posisi logged oleh ECM nya. Contoh penggunaan switch ini adalah: Service connector, yaitu switch yang disambungkan dengan service tool untuk mengakses data-data dari kontrol itu.

Switch

Sensor Tipe Magnetic Vs Sensor Tipe Hall Effect

Sensor frekwensi mengontrol sistem elektronik menggunakan berbagai macam komponen untuk mengukur kecepatan. Dua tipe sensor yang paling banyak dipakai adalah tipe sensor magnetic dan sensor hall effect. Saya akan membahas keduanya, agar anda dapat mengetahui perbedaan dari 2 sensor tersebut.

Sensor Tipe Magnetic

Sensor Tipe Magnetic

Sensor tipe magnetic biasanya digunakan pada sistem yang tidak begitu terpengaruh dengan kecepatan rendah (dibawah 500 rpm misalnya). Sensor tipe magnetic memberikan informasi kecepatan di atas 600 rpm secara akurat, tetapi jika kecepatannya di bawah 600 rpm, maka informasi yang dihasilkan kurang begitu akurat, sehingga tampilan utamanya menggunakan tachometer engine. ECM transmisi menggunakan sensor ini untuk memantau kecepatan gear intermediate dari output transmissi. Sensor ini termasuk jenis sensor pasif, karena tidak membutuhkan tegangan pada inputnya untuk keperluan memproses sinyal. Sensor ini juga mampu merubah gerakan mekanikal menjadi tegangan AC (bolak-balik), karena didalamnya terdapat lilitan coil, core, dan magnet sehingga bentuknya hampir menyerupai sebuah generator kecil. Untuk mengubah gerakan mekanik menjadi tegangan, sensor ini bekerja dengan cara pada saat gear memotong medan magnet permanent, maka di dalam sensor akan muncul arus AC dalam coil yang diikuti frekwensinya. Frekwensi dan kecepatan ECM tersebut menggunakan proporsional terhadap frekwensi itu untuk proses perbandingan dengan data yang telah tersimpan di dalam ECM. Apabila kita ingin mengetahui baik atau tidaknya sensor, kita bisa melakukan pengukuran secara statis dan dinamis, yaitu kita bisa mengukur besar tahanan coilnya antara 100 - 500 Ohm (sesuai besar kecilnya sensor) ketika dilepas dari harnessnya dan mesin dalam posisi mati. Dan ketika harnes dan enginenya tersambung dalam keadaan hidup, kita bisa mengukur tegangan AC nya dengan menggunakan probe tester pada frekwensinya yang timbul antara terminal 1 dan 2.

Sensor Tipe Hall Effect
Sensor tipe hall effect digunakan ketika kecepatan rendah, karena sangat berpengaruh oleh informasi ECM. ECM transmission dan engine (mesin) menggunakan sensor ini untuk mendeteksi kecepatan tiap timing dan tiap posisi. Kedua sensor tersebut mempunyai hall cell di kedua ujung kepalanya.

Speed Sensor

Cara kerjanya sensor tipe hall effect yaitu: ketika gear memotong medan magnet yang terdapat di hall cell, maka akan muncul sinyal yang kecil, sinyal tersebut tersebut dikirim menuju amplifier yang terdapat di sensor itu. Kemudian diubah menjadi sinyal PWM yang cukup kuat dan selanjutnya disalurkan ke kontrol untuk pemrosesan berikutnya. Sinyal ini termasuk golongan sinyal digital karena sinyalnya berpulsa dan terdapat duty cycle.

Pressure Sensor

Sensor ini termasuk sensor yang sangat akurat dalam mendeteksi kecepatan, karena outputnya tidak tergantung oleh kecepatan, dan dapat mendeteksi kecepatan mulai dari 0 rpm dalam temperature yang bervariasi. Sensor hall effect ini dapat memberikan output yang maksimal ketika pemasangannya tanpa ada celah sedikitpun di gearnya. Output sensor ini berupa frekwensi, yang dijadikan acuan oleh kontrolnya dalam referensi kecepatan, sedangkan duty cycle difungsikan menentukan timing.

Cara mendiagnosa sensor ini kita harus menjalankan beberapa tahapan, diantaranya:
- Ukur tegangan inputnya dengan menggunakan tester. Besarnya speed timing sensor antara pin A dan pin B adalah 12,7 Volt, dan transmission outputnya sebesar 8 Volt.
- Ukur outputnya dengan menggunakan tester. Nilai duty cycle harus diantara 5% sampai 95 %, dan nilai frekwensi berkisar antara 4,5 kHz - 5,5 kHz.