Monthly Archives: February 2015

Sensor Tipe Magnetic Vs Sensor Tipe Hall Effect

Sensor frekwensi mengontrol sistem elektronik menggunakan berbagai macam komponen untuk mengukur kecepatan. Dua tipe sensor yang paling banyak dipakai adalah tipe sensor magnetic dan sensor hall effect. Saya akan membahas keduanya, agar anda dapat mengetahui perbedaan dari 2 sensor tersebut.

Sensor Tipe Magnetic

Sensor Tipe Magnetic

Sensor tipe magnetic biasanya digunakan pada sistem yang tidak begitu terpengaruh dengan kecepatan rendah (dibawah 500 rpm misalnya). Sensor tipe magnetic memberikan informasi kecepatan di atas 600 rpm secara akurat, tetapi jika kecepatannya di bawah 600 rpm, maka informasi yang dihasilkan kurang begitu akurat, sehingga tampilan utamanya menggunakan tachometer engine. ECM transmisi menggunakan sensor ini untuk memantau kecepatan gear intermediate dari output transmissi. Sensor ini termasuk jenis sensor pasif, karena tidak membutuhkan tegangan pada inputnya untuk keperluan memproses sinyal. Sensor ini juga mampu merubah gerakan mekanikal menjadi tegangan AC (bolak-balik), karena didalamnya terdapat lilitan coil, core, dan magnet sehingga bentuknya hampir menyerupai sebuah generator kecil. Untuk mengubah gerakan mekanik menjadi tegangan, sensor ini bekerja dengan cara pada saat gear memotong medan magnet permanent, maka di dalam sensor akan muncul arus AC dalam coil yang diikuti frekwensinya. Frekwensi dan kecepatan ECM tersebut menggunakan proporsional terhadap frekwensi itu untuk proses perbandingan dengan data yang telah tersimpan di dalam ECM. Apabila kita ingin mengetahui baik atau tidaknya sensor, kita bisa melakukan pengukuran secara statis dan dinamis, yaitu kita bisa mengukur besar tahanan coilnya antara 100 - 500 Ohm (sesuai besar kecilnya sensor) ketika dilepas dari harnessnya dan mesin dalam posisi mati. Dan ketika harnes dan enginenya tersambung dalam keadaan hidup, kita bisa mengukur tegangan AC nya dengan menggunakan probe tester pada frekwensinya yang timbul antara terminal 1 dan 2.

Sensor Tipe Hall Effect
Sensor tipe hall effect digunakan ketika kecepatan rendah, karena sangat berpengaruh oleh informasi ECM. ECM transmission dan engine (mesin) menggunakan sensor ini untuk mendeteksi kecepatan tiap timing dan tiap posisi. Kedua sensor tersebut mempunyai hall cell di kedua ujung kepalanya.

Speed Sensor

Cara kerjanya sensor tipe hall effect yaitu: ketika gear memotong medan magnet yang terdapat di hall cell, maka akan muncul sinyal yang kecil, sinyal tersebut tersebut dikirim menuju amplifier yang terdapat di sensor itu. Kemudian diubah menjadi sinyal PWM yang cukup kuat dan selanjutnya disalurkan ke kontrol untuk pemrosesan berikutnya. Sinyal ini termasuk golongan sinyal digital karena sinyalnya berpulsa dan terdapat duty cycle.

Pressure Sensor

Sensor ini termasuk sensor yang sangat akurat dalam mendeteksi kecepatan, karena outputnya tidak tergantung oleh kecepatan, dan dapat mendeteksi kecepatan mulai dari 0 rpm dalam temperature yang bervariasi. Sensor hall effect ini dapat memberikan output yang maksimal ketika pemasangannya tanpa ada celah sedikitpun di gearnya. Output sensor ini berupa frekwensi, yang dijadikan acuan oleh kontrolnya dalam referensi kecepatan, sedangkan duty cycle difungsikan menentukan timing.

Cara mendiagnosa sensor ini kita harus menjalankan beberapa tahapan, diantaranya:
- Ukur tegangan inputnya dengan menggunakan tester. Besarnya speed timing sensor antara pin A dan pin B adalah 12,7 Volt, dan transmission outputnya sebesar 8 Volt.
- Ukur outputnya dengan menggunakan tester. Nilai duty cycle harus diantara 5% sampai 95 %, dan nilai frekwensi berkisar antara 4,5 kHz - 5,5 kHz.

Mengenal Komponen Kontrol dan Komponen Output

Di dalam alat berat, komponen kontrol terdiri dari beberapa macam komponen layaknya sebuah komputer yang canggih. Beberapa komponen itu diantaranya: power supply (sumber tegangan), central processing unit (CPU) yang berfungsi sebagai “otak” dan memory untuk menyimpan data yangbberasal dari input sensor. Komponen kontrol ini akan memperoses sinyal yang dihasilkan oleh komponen inputnya. Jenis komponen kontrol yang digunakan disesuaikan dengan fungsi, serta jenis masukan (input) dan jenis keluaran (output) nya.

beberapa contoh alat kontrol elektrik yang ada pada alat berat:
Advance Diesel Management (ADEM) atau ECM Engine
Inputnya berasal dari sinyal yang diberikan oleh sensor analog, yang kemudian akan diproses untuk digunakan sebagai referensi dalam mengaktifkan komponen–komponen keluarannya (outputnya) yaitu solenoid waste gate, solenoid injector, lampu indicator, serta display gauge cluster.

ECM Engine atau Advance Diesel Management (ADEM)

Advance Diesel Management (ADEM) atau ECM Engine.

VIMS (Vital Information Monitoring System)
VIMS sering ditemui pada alat berat yang besar, seperti: large excavator, large whell loader, dan off highway truck. Fungsi VIMS adalah untukk memantau keseluruhan sistem dan memberika level peringatan (warning level). VIMS dapat diprogram untuk memanage sistem pelumasan mesin secara otomatis. VIMS mempunyai berbagai macam tipe, berdasarkan input sensornya, mengolah sinyalnya, serta cara membaginya ke komponen kontrol yang lain. Sinyal diposisikan sebagai referensi, yang dikirim melalui kabel data link menuju tampilan utama (main display). VIMS ini biasanya menggunakan battery Lithium yang tegangannya sebesar 3 Volt. Fungsinya untuk memback- up memory, jika dikawatirkan sewaktu-waktu dpat disconnect switchnya, atau ketika kontak diposisikan off. berikut ini adalah gambar dari VIMS.

VIMS (Vital Information Monitoring System)

VIMS (Vital Information Monitoring System)

EPTC (Electronic Programmable Transmission Control)
EPTC Biasanya dipakai untuk truck yang besar–besar di pertambangan. Fungsi EPTC adalah untuk mengatur kecepatan transmisi secara otomatis. Clutch transmisi di-engaged-kan pada rpm mesin dan kecepatan truck yang tepat. Oleh karena itu, ECM berkomunikasi dengan ECM engine untuk memperoleh data kecepatan putaran mesin. EPTC dilengkapi switch–switch yang berfungsi untuk mengakses problem–problem dan memprogram parameter yang ada didalamnya sesuai dengan kebutuhan kerja dari mesin.

EPTC (Electronic Programmable Transmission Control)

EPTC (Electronic Programmable Transmission Control)

Komponen Output
Sebagaian besar komponen–komponen kontrol dipakai untuk memberitahukan operator tentang status unitnya, di antaranya adalah: Display Data Link, Main Display Module, Indikator peringatan (Alert Indicators) serta actionnya berupa lamp/alarm.

Main Display Module

Main Display Module

Display data link memiliki 6 kabel sebagai kabel komunikasi. Komunikasi dari komponen–komponen display yang berisi micro processor. Komponen-komponen tersebut harus berkomunikasi antara satu dengan lainnya dalam format digital. Sedangkan Cat Data link hanya memiliki dua kabel untuk menghilangkan interferensi medan magnet.

Display Data Link

Display Data Link

Dasar-dasar Engine Diesel

Definisi: Engine adalah suatu alat yang memiliki kemampuan untuk merubah energi panas yang dimiliki oleh bahan bakar menjadi energi gerak.

Berdasarkan fungsinya maka terminologi engine pada Caterpillarâ biasa digunakan sebagai sumber tenaga atau penggerak utama (prime power) pada machine, genset, kapal (marine vessel) ataupun berbagai macam peralatan industri.

engineSaat ini untuk mengerjakan berbagai macam jenis pekerjaan yang berbeda sudah banyak sekali jenis engine yang dirancang oleh manusia. Secara umum penggolongan berbagai jenis engine yang saat ini biasa dipakai dapat dilihat pada bagan berikut ini:

klasifikasi engine

Dari bagan tersebut maka penggolongan yang pertama dilakukan adalah membagi engine berdasarkan tempat terjadinya proses pembakaran dan tempat perubahan energi panas menjadi energi gerak. Apabila kedua peristiwa tadi terjadi dalam ruang yang sama maka engine tersebut dikategorikan sebagai engine dengan jenis internal combustion. Sedangkan apabila ruang tersebut terpisah maka engine tersebut dikategorikan sebagai engine eksternal combustion.

Eksternal combustion engine selanjutnya dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu: turbine dan piston. Pada engine jenis internal combustion penggolongan engine selanjutnya terdiri dari: engine piston, turbine dan wenkel atau rotar. Berdasarkan perlu tidaknya percikan bunga api untuk proses pembakaran maka engine piston dibagi menjadi dua jenis, yaitu: engine diesel dan engine spark ignited. Merujuk pada banyaknya langkah yang diperlukan untuk mendapat satu langkah power maka diesel engine dibagi menjadi engine diesel dua langkah (two stroke) dan empat langkah (four stroke). Selanjutnya engine diesel empat langkah digolongkan lagi berdasarkan cara pemasukan bahan bakar ke dalam ruang bakar menjadi dua tipe yaitu: engine dengan system pre-combustion chamber dan direct injection. Pada spark ignited engine penggolongan pertama didasarkan pada jenis bahan bakar yang digunakan, yaitu: engine berbahan bakar gas dan bensin.

Caterpillarâ hanya memproduksi jenis engine diesel empat langkah dan gas engine saja. Tetapi pada pembahasan kali ini topik yang akan dibatasi hanya pada diesel engine saja.

Sensor Digital Vs Sensor Analog

Selain sensor frekuensi, pada alat berat juga terdapat sendor analog dan sensor digital. Berikut ini kita akan belajar mengenai sensor analog dan sensor digital tersebut. Kita mulai dari sensor digital. Pada sensor digital lebar pulsa sinyalnya digunakan untuk memberikan sinyal elektronik yang nilainya naik-turun kepada kontrolnya dengan menggunakan metode modulasi. Perbandingan sinyal “on” dan “off” atau disimbolkan 1 dan 0 akan berubah-ubah pada frekuensi tinggi, dan dapat sensor akan mengikutinya terus-menerus secara mekanis.

Nilai rata-rata “on” dan “off” pulsa itu akan menyebabkan perubahan tegangan dan arus, yang kemudian pulsa tersebut akan diterjemahkan sesuai dengan kebutuhannya oleh kontrol.

Rangkaian Sensor Digital

Sensor digital ini banyak digunakan untuk memantau aliran, temperature, tekanan, dan posisi. Jika dilihat dari fisiknya, sensor ini ukurannya lebih besar dari sensor analog, karena di dalamnya biasanya terdapat serangkaian komponen elektronik. Biasanya berisi Oscillator yang berfungsi untuk menyediakan input frekwensi nilainya kurang-lebih 5 Khz, comparator akan membandingkan antara 2 sinyal yang berbeda, untuk menghasilkan sinyal digital. Selanjutnya transistor NPN akan mengatur output dari sensor, atas perintah output comparator dalam menyediakan sinyal digital. Kemudian, sebuah Thermistor akan memantau parameter dengan cara merubah bilai resistansinya (tahanannya).

Troubleshooting sinyal digital
Kita dapat melakukan pengetesan, untuk dapat mengetahui bagus tidaknya suatu sensor. Alat-alat yang dibutuhkan untuk pengetesan ini antara lain, 7X1710 probe group dan 9U7330 Fluke digital multimeter posisi sensor harus dalam keadaan terhubung dengan harnessnya.

Sensor Digital

Berikut ini langkah-langkah pengetesannya sensor digital:
Sambungkan probe ke konektor pada sensor. Sesuaikan antar pin dengan label huruf-hurufnya.
1. Pin A disambung dengan pin C. Tegangan suplainya 8 Volt atau 24 Volt.
2. Pin C disambung dengan pin B. Tegangannya DC 0,7 - 7,9 Volt.
3. Pin C disambung dengan pin B. Frekwensinya 4,5 - 5,5 kHz.
4. Pin C disambung dengan pin B. Duty cycle nya antara 5 % - 95 %.
catatan: Ketika nilai pengukuran di luar standar nilai yang tertera di atas, bisa dipastikan bahwa ada kerusakan pada sensor tersebut. Berikut ini gambar fisik sensor tersebut:

Sensor Digital 2

Sensor Analog
Sensor analog berbeda dengan sensor digital. Tidak hanya fisiknya saja yang berbeda, tetapi juga fungs, cara kerja, dan sinyal yang dikeluarkan. Sensor analog mengeluarkan sinyal berupa sinyal analog pula. Sinyal analog merupakan sinyal yang perubahannya secara perlahan dan terus menerus dan nilainya linier (proposional) yang dipantaunya, berikut ini gambarnya:

Sensor Analog

Output dari sensor analog berupa tegangan DC, nilainya berkisar 0 - 5 Volt. Bagian dalam sensor analog terdapat thermistor dan amplifier, yang fungsinya memproses sinyal output yang nilainya berkisar 0,2 - 4,8 Volt DC ketika temperaturenya normal.

Skematik Sensor Analog Untuk Temperatur

Jika sensor analog rusak, alat yang diperlukan sama dengan alat yang dibutuhkan untuk mengecek sinyal digital, yaitu 9U7330 DMM dan 7X1710 probe group. Kunci kontak harus dalam keadaan on, karena sensornya termasuk tipe sensor aktif. pada saat pengukuran, inputnya yaitu pin A ke pin B = 5 Volt DC, dan nilai sinyalnya dari pin C ke pin B = 1,99 - 4, 46 Volt DC. Jika angkanya tidak berkisar antara itu, maka bisa dipastikan sensor pada kondisi tidak normal.

Caterpillar juga memberikan indikasi pada kabel sinyal sensornya pada kedua ssensor tersebut, yaitu dengan: jika kabelnya putus kontrolnya, maka kabel akan mengeluarkan tegangan yang disebut build–up voltage. Pada sensor digital biasanya tegangannya sekitar 8 Volt dan pada sensor analog build–up voltage nya, tegangannya berkisar 6,3 Volt.

Sensor Analog ke Digital
Sensor tipe ini menggabungkan sensor digital dan sensor analog. Sensor analognya digunakan untuk mengukur parameternya, kemudian sinyal dikirim menuju converter, dan di dalam converter, sinyal akan dirubah menjadi sinyal digital (PWM) menuju ke kontrol elektronik. Troubleshooting sensor jenis ini sama dengan troubleshooting pada sensor digital. Gambar di bawah ini merupakan gambar sensor analog ke digital untuk memantau tekanan brake.

Sensor Analog ke Digital Untuk Brake

Jenis Hydraulic Tank yang Biasa Dipakai Alat berat

Ada dua jenis hydraulic tank yang dipakai di alat berat, yaitu Pressurized Tnk dan Vented (Non-Pressurized) Tank. Berikut ini akan saya jelaskan satu persatu.

Pressurized Tank

Pressurized Tank
Pressurized tank bentuk fisiknya tertutup, sehingga atmospheric pressure (tekanan udara luar) tidak mempengaruhi tekanan yang ada di dalam tangki. Oli yang mengalir melalui sebuah system akan menyerap panas dan kemudian mengembang. Oli yang mengembang ini kemudian menekan udara yang berada di dalam tangki. Lalu udara yang dalam kondisi tertekan ini akan mendorong oli ke arah keluar dari tangki untuk kemudian dibawa menuju ke sistem.

Dalam pressurized tank terdapat vaccum relief valve. Vaccum relief valve mempunyai dua fungsi. Fungsi pertama untuk mencegah kevaccuman dan fungsi yang kedua untuk membatasi tekanan maksimal dalam tangki. Vaccum relief valve akan mencegah ke-vaccum-an dengan jalan membuka tangki, dan membiarkan udara masuk jika tekanan tangki drop ke angka 3,45 kPa (.5 psi). Ketika tekanan dalam tangki mencapai kondisi vaccum relief valve pressure setting, maka valve akan membuka dan kemudian mengeluarkan udara yang terjebak didalam tangki menuju keluar tangki (atmosphere). Vaccum relief valve pressure setting bisa nilainya bervariasi, yaitu berkisar antara 70 kPa (10 psi) - 207 kPa (30 psi).

Komponen-Komponen tangki yang lain diantaranya:
- Filler Screen, yang berfungsi untuk mencegah kotoran yang berukuran besar masuk ke tangki ketika tutup tangki dibuka.
- Filler Tube, komponen yang mengatur agar tangki diisi pada level yang benar dan tidak overfilled.
- Baffles, berperan untuk mencegah kembalinya oil mengalir langsung ke bagian tangki outlet, dan memberikan jalan gelembung-gelembung udara yang ada di return oil naik ke atas. Baffles juga akan mencegah oli ter-aduk, karena jika oli teraduk, maka akan menghasilkan buih-buih yang mengganggu kinerja.
- Ecology Drain, berfungsi sebagai pencegah oli tercecer ketika kondisi proses pembungan air dan endapan-endapan dari dalam tangki.
- Return Screen, berfungsi untuk mencegah partikel yang lebih besar masuk ke dalam tangki, tapi tidak bisa return screen tidak mampu menyaring partikel yang berukuran halus.

Vented Tank

Vented Tank

Secara fisik, vented tank berbeda dengan pressurized tank, pada vented tank terdapat breather (lubang pernapasan). Breather ini akan mengijinkan udara masuk dan keluar dengan bebas. Atmospheric pressure di atas oli akan menekan oli dari tangki keluar menuju ke sistem. Pada breather terdapat screen yang mencegah kotoran masuk ke tangki. Gambar di bawah ini menunjukkan Vented tank atau Non-Pressurized tank.